Desa Wisata Limboro Pengrajin Kain Tenun Buya Sabe Donggala


Desa Wisata Limboro
Desa Wisata Limboro Pengrajin Kain Tenun Buya Sabe Donggala ---Travelling ke Sulawesi Tengah, sempatkan mampir ke kota Donggala. Di sana terdapat satu desa yang memproduksi ulos bernama Desa Limboro. Di sana kita akan menyaksikan tangan lincah para remaja dan orang tua memainkan balida di alat tenun tradisional pembuat buya sabe.

Dari jauh, bunyi hentakan balida yang bertemu dengan pasak alat tenun tradisional sudah terdengar bunyinya. Itu tandanya kita sudah dekat dengan Desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Donggala. Balida itu adalah sebuah kayu panjang yang menjadi pemberat di tengah lipatan kain tenun saat penenun memasukkan benang-benang. Biasanya terbuat dari kayu ulin atau ebony.

Selama ini, orang hanya mengenal kain tenun songket dari Palembang atau ulos dari Sumatera Utara. Di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pun ada sarung tenun yang sangat terkenal. Namanya buya sabe, yang bahan bakunya dari benang sutra.

Salah satu pusat buya sabe berada di Desa Wisata Limboro. Di sana tak kurang 100 penenun setiap hari bekerja. Yang menarik, tidak cuma para perempuan paruh baya berusia 50-60 tahun yang menjadi penenun, tapi juga para gadis remaja berusia 12-20 tahun. Itulah yang menyebabkan tradisi tenun buya sabe ini terus lestari. Ia tak lekang dimakan zaman.

Biasanya mereka bekerja sejak pukul 09.00-12.00, lalu diteruskan lagi pukul 13.00-17.00. Ada pula yang menenun di malam hari mulai pukul 19.00-22.00. Bagi ibu rumah tangga, mereka menyelesaikan dulu urusan masak-memasak dan mengatur rumah msaing-masing, baru kemudian menenun. Sementara bagi gadis remaja, ada yang pergi ke sekolah, ada pula yang membantu orang tuanya.

Untuk setiap satu helai buya sabe mereka dibayar Rp 150.000. Meski tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mereka tetap tekun menenun dan tentu saja melestarikan tradisi tersebut. Rata-rata masyarakat Limboro adalah petani, tapi ada pula satu-dua yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Karenanya, bertani dan menenun menjadi sumber mata pencarian mereka yang utama.

Pembuatan tenun buya sabe ini hampir sama dengan pembuatan tenun-tenun yang ada di daerah lain. Baik dari proses pewarnaan benang hingga penenunan. Coraknya beragam, antara lain kain palekat garusu, buya bomba, buya sabe, kombinasi bomba dan sabe. Dari sekian corak tersebut, buya bomba yang paling sulit, hingga membutuhkan waktu pengerjaan satu hingga dua bulan. Berbeda dengan corak lainnya yang hanya membutuhkan waktu satu hingga dua minggu saja.

Tenun buya sabe bisa ditemukan di sepanjang Limboro, Salu Bomba, Tosale, Towale dan Kolakola. Desa-desa itu berada di sebelah barat Kota Donggala. Selain warisan turun-temurun, tenun buya sabe juga dilindungi dengan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Kabupaten Donggala.

Di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, setiap hari Sabtu, para PNS diwajibkan memakai batik yang terbuat dari buya sabe. Perda itu untuk menjaga agar tenun Donggala itu bisa lestari dan tidak diduplikasi oleh pihak lain. Harganya tergantung coraknya. Harga termurah mencapai Rp 300.000 dan paling mahal seharga Rp 650.000.

Demikianlah Artikel Travel Indonesia tentang Desa Wisata Limboro Pengrajin Kain Tenun Buya Sabe Donggala pada kesempatan kali ini. Baca juga Artikel Wisata Indonesia tentang Kopi Luwak di Kawasan Wisata Agro Mengwi Badung Bali pada arsip travel sebelumnya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi perjalanan wisata bagi Anda dan keluarga!


Cari Tiket Pesawat dan Hotel Idaman Untuk Wisata Anda