Istana berbentuk segiempat seluas 3 hektar itu nyaris rata dengan tanah, sulit sekali membayangkan seperti apa bentuk Istana Surosowan tersebut berdiri sebelum akhirnya dihancurkan oleh Pemerintah Belanda dibawah pimpinan Daendels pada bulan November 1808. Peperangan itu timbul karena kasultanan Banten menolak mengerahkan rakyatnya untuk kerja paksa dalam pembuatan jalan Anyer - Panarukan.
Istana Surosowan dibangun pada tahun 1526 dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin dan Pangeran Fatahillah setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Pajajaran dan merebut ibukota mereka, Banten Girang. Putra Maulana Hasanuddin, Sultan Maulana Yusuf, memperkuat benteng tersebut dengan batu karang dan batu merah. Disekeliling benteng dibangun parit-parit yang konon dulunya bisa dilayari perahu-perahu kecil hingga sampai ke laut Jawa.
Dibagian dalam Istana Surosowan itu sendiri dibangun tempat pemandian yang diberi nama Roro Denok yang sisa-sisa bentuknyanya masih dapat dilihat cukup jelas sampai sekarang. Pada bagian tengah dari kolam tersebut terdapat bangunan persegi empat yang dinamakan Bale kambang.
Air yang berada dalam pemandian tersebut berasal dari danau Tasik Ardi dimana sebelum dialairkan ke kolam Roro Denok mengalami proses penjernihan tiga tingkat terlebih dahulu dengan cara dialirkan ke bangunan pengindelan (penjernihan) Merah, Putih dan Emas. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Hal menarik lain pada pemandian Roro Denok ini adalah pancuran emas. Pancuran yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa digunakan untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu kondangnya nama Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat dari emas. Bukan hal aneh saat Kasultanan Banten runtuh, terjadi penjarahan dan semua pancuran yang ada diambil semua karena mungkin dikira terbuat dari emas.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, untuk mempercantik istana Surosowan disewa tenaga ahli dari Portugal dan Belanda, di antaranya Hendrik Lucasz Cardeel. Benteng istana diperkuat dan dipojok-pojoknya dibangun bastion, bangunan setengah lingkaran dengan lubang-lubang tembak prajurit mengintai dan menembak musuh. karya seni dekor tinggi pada mas itu juga bisa dilihat dari sisa ubin merah yang dipasang dengan komposisi belah ketupat.
Meskipun secara umum Istana Surosowan bisa dibilang hampir rata dengan tanah namun sisa bangunan benteng yang ada, cukup memberi cerita tersendiri akan kokohnya pertahanan istana. Tembok benteng yang terdiri dari 2 bagian (dalam dan luar) dengan ketebalan masing-masing 1 meter dan jarak pemisah 3 meter, terisi dengan tanah padat sebagai pengikat.
Benteng tersebut terbentuk dari batubata dengan ukuran umumnya dalah 15 x 30 cm, dengan kapur dan pasir sebagai pengikatnya. Dengan begitu kuatnya benteng pertahanan Istana Surosowan ini, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya perang yang terjadi hingga hanya meninggalakan sisa-sisa bangunan yang nyaris rata dengan tanah. Bagaimanapun juga perang memang banyak membawa bencana kepada umat manusia beserta peradabannya.
Demikianlah Artikel Travel Indonesia tentang Wisata Sejarah Kejayaan Kesultanan Banten di Bekas Istana Surosowan pada kesempatan kali ini. Baca juga Artikel Wisata Indonesia tentang Tempat Wisata Belanja Barang Kuno di Beberapa Pasar Kota Solo pada arsip travel sebelumnya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi wisata bagi Anda dan keluarga!