Kisah Travelling Dari Danau Toba Hingga Pulau Samosir


Travel Danau Toba
Kisah Travelling Dari Danau Toba Hingga Pulau Samosir ---Dari Pematangsiantar, saya melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Dalam waktu sekira dua jam, saya akhirnya pemandangan Danau Toba terhampar di hadapan saya.

Cihuy… Danau terbesar di kawasan Asia Tenggara ini benar-benar mengagumkan. Untuk bisa menikmati pemandangannya. Saya pun memutuskan singgah di kedai-kedai kopi yang ada di sisi kanan. Posisinya persis menghadap ke danau. Hebatnya, saya juga bisa sekaligus melihat Pulau Samosir yang ada di tengah-tengah danau. Luar biasa!

Sambil menikmati minuman hangat, saya banyak bertanya kepada pemilik kedai kopi. “Itu yang di tengah tebing batu, warnaya kehitaman,” kata si pemilik kedai meunjuk ke sisi kanan kami. “Itu yang namanya Batu Gantung,” ujarnya semangat.

Batu Gantung memang jadi salah satu tujuan wisata yang diburu para wisatawan. Dulu, Batu Gantung merupakan kisah seorang anak perempuan yang nyaris jatuh ke Danau Toba. Namun dia diselamatkan seekor anjing. Anjing peliharaannya itu menggigit rambut panjang anak perempuan itu, hingga badannya tergantung di tebing batu. Nah, Batu Gantung itu lah yang dipercayai masyarakat setempat sebagai jelmaan dari badan si anak perempuan.

Dari tepi Danau Toba di Kota Parapat, ada kapal berukuran sedang yang siap mengantar para wisatawan untuk melihat Batu Gantung dari jarak dekat hingga persis berada di tepi tebingnya. Tarifnya berkisar Rp50 ribu per orang. Kalau mau menyewa satu kapal untuk rombongan, tarifnya berkisar Rp600 ribu.

Secangkir teh manis di depan saya sudah habis. Setelah membayar jajanan, saya pun melanjutkan perjalanan.

Setelah melewati jalan berliku yang menurun, saya tiba persis di sisi Danau Toba. Saya sempat mampir di Inna Hotel Parapat. Setelah melihat-lihat jenis kamar yang ada, saya tertaik untuk menyewa kamar yang posisinya persis menghadap danau. Teras kamarnya hanya berjarak beberapa meter dari pasir putih tepi danau. Woooow… tarifnya cukup mahal. Untuk satu kamar, tamu harus membayar Rp1.065.000 per malam.

Ada fasilitas Wi-Fi, tapi sayang hanya di lobi dan restoran hotel. Tapi lumayan lah untuk sekadar menjelajahi dunia maya.

Setelah beristirahat malam, saya bangun pagi-pagi betul untuk menikmati pemandangan danau. Ternyata tak mengecawakan. Suasananya hening, ditambah suara kapal nelayan yang mulai berlayar ke tengah danau.

Pukul 08.00 WIB, saya sudah check out dari hotel. Mobil yang saya tumpangi melaju ke arah dermaga penyeberangan kapal ferry. Namanya dermaga Ajibata. Ada lima kali jadwal keberangkatan kapal dari sini. Setelah membeli tiket, kami langsung naik ke kapal.

Kapal pun berangkat tepat pada pukul 08.30 WIB. Dalam waktu sekira satu jam, kapal merapat di dermaga Tomok. Mantap, saya sudah tiba di Pulau Samosir. Perjalanan berlanjut ke desa-desa di sini.

Sekira 30 menit dari Tomok, saya tiba di Desa Simarmata. Di sini, ada kerabat yang harus ditemui. Tak lama saya mampir, hanya sekira 20 menit, karena perjalanan masih panjang.

Beragam pemandangan bisa saya nikmati selama perjalanan. Mulai dari Danau Toba dan Pulau Sumatera di seberang sana, hingga hamparan sawah.

Selain itu, makam para leluhur juga bertaburan di sini. Bentuknya beragam, mulai dari rumah, hingga tugu. Masyarakat di sini sangat menghormati para leluhur, sampai-sampai makamnya dibuat semegah mungkin. Bayangkan, bangunan makam bisa jauh lebih megah daripada rumah yang mereka huni.

Beberapa rumah di sini masih berbentuk rumah panggung. Dahulu, kolong rumah digunakan untuk kandang ternak yang umumnya adalah babi. Tapi sekarang sudah jarang. Masyarakat di sini lebih banyak yang bertani.

Sekarang saya tiba di Desa Sigilombu. Ini adalah kampung halaman ibunda saya. Sempat mampir sebentar. Meski tak ada lagi keluarga kandung di sini, tapi saya wajib mampir hanya untuk menemui beberapa kerabat. Penduduk desa ini mayoritas adalah keluarga besar Sitanggang, termasuk dulunya leluhur ibunda saya.

Masih ada lagi destinasi berikutnya. Sekira 30 menit dari Desa Sigilombu, saya tiba di Kota Pangururan. Ini adalah kota besar di Pulau Samosir. Di sini ada pasar yang hanya buka satu kali dalam sepekan. Pas betul, karena saya datang pada hari Rabu. Di sini, Rabu adalah hari pasar. Semua aktivitas jual dan beli hanya ada di hari Rabu di Kota Pangururan. Istilahnya disebut Onan Runggu. Seluruh penduduk datang dari desanya masing-masing sambil membawa semua hasil ternak dan pertaniannya untuk dijual atau dibeli di sini. Waaah… ramai betul.

Dari hiruk-pikuk suasana pasar, mobil yang saya tumpangi terus melaju. Sekira 45 menit berikutnya, saya tiba di daerah yang disebut Pintu Batu. Terus naik ke arah pegunungan, saya tiba di Desa Pansur Parmonangan. Ini dia tanah leluhur dari ayah saya. Posisinya ada di puncak pegununan. Tabak apa yanga ada di depan saya? Pulau Sumatera dan Danau Toba. Mantap.

Setelah menemui keluarga besar di sini, saya lekas pamit untuk kembali ke Tomok. Perkiraan waktunya sudah pas. Saya tiba di dermaga sekira pukul 15.30 WIB. Kapal ferry berangkat pukul 16.00 WIB dan saya tiba di dermaga Ajibata pada pukul 17.00 WIB.

Sekarang saya mau kembali ke Medan. Nanti di masih ada segudang aktivitas saya yang bisa Anda ikuti. Tunggu ceritanya ya…

Demikianlah Artikel Travel Indonesia tentang Kisah Travelling Dari Danau Toba Hingga Pulau Samosir pada kesempatan kali ini. Baca juga Artikel Wisata Indonesia tentang Air Suci di Objek Wisata Tanah Lot Tabanan Bali pada arsip travel sebelumnya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi wisata bagi Anda dan keluarga!


Cari Tiket Pesawat dan Hotel Idaman Untuk Wisata Anda