Terletak di Jalan Lapangan Stasiun Nomor I Jakarta Barat. Sisa kejayaan itu langsung terasa begitu memperhatikan kemegahan gedung museum yang dulunya merupakan kantor Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) atau disebut juga Gedung Dagang Belanda itu.
NHM atau Factorji Batavia. Lembaga itu sendiri merupakan badan operasi sistem tanam paksa yang merupakan reinkarnasi dari VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur. VOC yang didirikan tahun 1602 jatuh bangkrut di ujung tahun 1799 akibat korupsi yang merajalela. Bank NIHB (Nederlansch Indische Handelsbank) lengkap dengan ruangan Kasir Cina-nya dulu juga berkantor di gedung NMH ini.
Rekaman kejayaan bisnis masa kolonial itu lebih terasa lagi saat memasuki lobi. Papan petunjuk dalam bahasa Belanda terpampang jelas di lobi ruangan utama yang merupakan tempat transaksi keuangan. Beragam alat operasional, alat transaksi, produk perbankan, contoh uang serta dokumen pembukuan terpajang di situ.
Pengunjung misalnya dapat melihat Groot Boek (Buku Besar) NHM untuk laporan tahun 1933-1937 yang ditulis tangan dengan sangat rapi. Buku itu ukurannya 67x54x13 cm, tebalnya 334 halaman dan bobotnya 28 kilogram. Buku Besar itu digunakan NHM untuk mencatat laporan keuangan yaitu rincian perkiraan perubahan debet dan kredit untuk dilaporkan di setiap akhir bulan, serta laporan keuangan dari agen-agen NHM di Surabaya, Semarang, Padang, dan Anyer.
Pengunjung juga dapat merasakan sensasi berada dan duduk di ruangan presiden direktur NHM era tahun 1930-an di lantai tiga atau menjelajahi lantai satu di mana terdapat peti uang dan brankast dari Escomptonbank Bandung yang berat daun pintunya saja mencapai ratusan kilogram. Pokoknya, apa yang dahulu tertutup untuk umum sekarang terbuka semuanya. Anda pun bisa berkelana ke masa lalu ke tahun-tahun 1920-an dan 1930-an
Bekas kantor NHM itu mulai dibangun tahun 1929 oleh Biro Konstruksi NV Nedam. Foto-foto proses pembangunan gedung itu tersedia lobi di lantai dua. Pembangunannya selesai tahun 1933 dan mulai digunakan tahun itu juga. Peresmiannya dilakukan CJ Karel van Aalst, presiden ke-10 NHM.
Bangunan tersebut dirancang tiga arsitek Belanda yaitu J de Bryun, AP Smiths, dan C Van de Linde dengan gaya art deco yang masih dipengaruhi gaya klasik. Pola tata ruangnya mengikuti pola street and square pada kota-kota lama di Eropa, di mana gedung-gedung dibangun berkelompok menyerupai pulau yang dikelilingi oleh jalan.
Lantai dasarnya dinaikkan setengah lantai sehingga koridor di sepanjang muka bangunan tetap memiliki privasi walaupun bangunan langsung berhubungan dengan ruang publik. Selain itu, ornamen pada dinding terluar mengingatkan orang pada relief bangunan candi walaupun ragam hiasnya adalah pola geometris. Penyelesaian akhir pada bagian atas merupakan penyederhanaan bentuk mahkota.
Bangunan empat lantai itu menempati lahan seluas 10.039 meter per segi dengan total luas bangunan mencapai 21.509 meter per segi.
Pada tahun 1960 pemerintah Indonesia menasionalisasi NHM. Bekas kantor NHM itu lalu menjadi salah satu kantor pusat Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Tahun 1965 beralih jadi Kator Pusat Bank Negara Indonesia (BNI) Unit II. Lalu bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim) pada tahun 968, gedung ini pun menjadi kantor pusat Bank Exim. Saat Bank Exim merger dengan tiga bank pemerintah yang lain lalu menjadi Bank Mandiri pada tahun 1999, gedung itu menjadi salah satu aset Bank Mandiri.
Sekarang bekas kantor pusat operasi sistem tanam paksa di zaman Belanda itu menjadi museum. Museum ini buka pada hari Selasa sampai Minggu dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 dan tutup pada hari Senin dan libur nasional.
Demikianlah Artikel Travel Indonesia tentang Sisa Kejayaan Penjajah Belanda di Meseum Bank Mandiri Jakarta pada kesempatan kali ini. Baca juga Artikel Wisata Indonesia sebelumnya tentang keindahan Cagar Alam Telaga Warna Puncak Bogor. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi wisata bagi Anda dan keluarga!