Wisata Budaya Sambil Mengenal Kain Songket Minangkabau ---Siapa tak kenal dengan kain songket? Kain khas bumi Minangkabau ini mampu memukau setiap mata yang memandang. Selain warna benang yang indah, tenunannya pun sangat rumit. Sebaiknya, cari tahu cara pembuatannya, bukan sekadar dinikmati.
Diperlukan keahlian tinggi untuk membuat Kain Songket Minangkabau ini. Beruntunglah keahlian membuat kain songket ini tak hilang begitu saja, karena masih ada orang Minang yang mewariskannya. Jelas, keahlian ini perlu dilestarikan agar tak lenyap dimakan waktu.
Kini, kita dapat melihat proses pembuatan kain songket di tempat aslinya. Contohnya seperti terdapat di suatu kampung di daerah Padang Panjang. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian menenun songket. Kampung ini dikenal sebagai Pandai Sikek, Kabupaten Tana Datar, Kecamatan Sepuluh Koto, Desa Koto Baru. Lokasi kampung tak sulit ditemui.
Bila Anda datang dari Kota Padang, lokasinya tak jauh setelah melewati Lembah Anai sebelum masuk ke Kota Bukit Tinggi, sekira 15 menit dari Lembah Anai. Pandai Sikek ada di sebelah kiri jalan. Jangan sampai kebablasan, dan perhatikan tanda jalan, sebab kita harus masuk sekira satu kilometer ke dalam.
Setelah itu barulah kita mendapati sejumlah toko penjual kain songket. Adapula yang langsung menenun lengkap dengan alat tenunannya. Tak hanya songket, kerajinan lain khas Minang juga dibuat di kampung ini, seperti mematung, bordir, dan sulaman.
Kain songket terdiri dari tiga jenis, yaitu benang satu, dua, dan empat. Harganya pun jauh berbeda. Benang satu jauh lebih mahal dibanding benang dua dan empat, karena waktu yang diperlukan untuk menenunnya lebih lama. Tak hanya itu, membuat songket jenis benang satu ini diperlukan ketelitian yang tinggi karena dalam proses menenunnya, benang harus helai demi helai. Sedangkan untuk benang dua, kira-kira perlu tiga minggu proses penenunan dan benang empat cukup dua pekan.
Motif kain disebut juga cukie bagi penenun di Pandai Sikek. Artinya, sebuah pola yang mengisi bagian-bagian dari kain. Misalnya, cukie tertentu dipilih untuk badan kain, cukie lainnya untuk kepala kain dan beberapa motif yang lazim dipergunakan. Tapi untuk pola pinggir kain dan beberapa motif lainnya, lazim digunakan biteh yang membatasi antara beberapa motif.
Menurut catatan literatur, di sekitar daerah Padang Panjang dahulu para wanita menenun dan memakai pakaian adat yang ditenun serta dihiasi benang emas. Kain tenun tersebut memiliki motif halus dan punya nama yang spesifik, nama-nama motif itu memang dikenal sampai sekarang di Pandai Sikek meski sebagaian mengalami sedikit modifikasi atau penyederhanaan nama, misalnya Cukie barantai, Cukie bakaluak, Cukie Bungo Tanjung, Cukie kaluak paku, Cukie barayam pucuk rabung, Cukie barayam tali-tali burung, Cukie kaluak, Lintadu bapatah dan Cukie bugis barantai.
Jika diamati dari hasilnya, untuk songket benang satu memang lebih halus dan lentur sedangkan benang dua agak lumayan tetapi sudah hilang kelenturannya, lebih kaku, apalagi yang berbenang empat, terlihat kaku sekali dan tebal. Hal ini disebabkan makin banyak benang yang digunakan makin kaku songket yang dihasilkan. Songket dengan benang empat motif tenunannya jadi besar-besar karena sekali memasukkan benang tenun dirangkap empat helai benang.
Melihat keindahan kain ini sudah sepantasnya budaya menenun dilestarikan. Bukan apa-apa, saat ini muncul keluhan, anak-anak zaman sekarang jarang ada yang mau jadi penenun kain. Kalaupun ada, maunya yang mudah saja dan cepat selesai. Padahal, menenun kain songket harus sabar, teliti, dan tekun. Kalau tidak, maka benang akan putus yang akhirnya bisa menurunkan kualitas kain. Kesabaran inilah yang tidak dipunyai anak muda masa kini.
Tenun songket Pandai Sikek seluruhnya dikerjakan dengan tangan. Alat-alat yang digunakan masih tradisional yang umumnya terbuat dari bahan alam seperti kayu dan bambu. Nyaris tak digunakan bahan logam seperti besi.
Alat utama dinamakan panta. Alat ini adalah sebuah konstruksi kayu berukuran 2 meter x 1,5 meter tempat merentangkan benang yang akan ditenun. Benang dasar yang dinamakan lungsin atau lusi, juga disebut tagak kalau di Pandai Sikek ini adalah cadangan benang yang digulung pada gulungan dan terpasang pada arang babi di bagian yang jauh dari panta.
Wanita yang mengerjakan tenun ini duduk pada semacam bangku di bagian pangkal panta. Di depannya, ada dua buah tiang yang menyangga kayu paso tempat kain yang sudah ditenun akan digulung. Jadi lungsin terentang antara gulungan dengan paso dan di antaranya terdapat satu pasang karok dan satu buah suri tergantung pada tandayan. Di kiri dan kanan penenun digantungkan tempat penyimpan skoci benang pakan dan skoci benang mas. Skoci ini dinamakan turak dan terbuat dari bambu.
Untuk songket jenis benang satu, harganya Rp350 ribu untuk satu selendang belum ditambah kain bawahannya, total bisa satu juta rupiah (minimal). Sedangkan untuk benang dua dilepas dengan harga Rp250 ribu untuk satu helai selendang, untuk lengkapnya (dengan kain bawahan) bisa sampai Rp850 ribu. Lain halnya dengan benang empat, 175 per helai selendang, untuk lengkapnya bisa sampai Rp500 ribu. Benangnya menggunakan benang Makau, jenis benang asli dari India.
Tak hanya itu, hiasan dinding dari kain songket pun tersedia, dengan ukuran panjang 50 cm dan lebar 30 cm, dijual dengan harga Rp110 ribu. Tinggal dilengkapi dengan frame-nya, jadilah hiasan dinding yang cantik. Di sini juga tersedia yang sudah dimasukkan ke dalam frame-nya. Pilihan bisa jatuh kepada gantungan yang terbuat dari ukiran, tinggal tempel di dinding dan masukkan kain songket yang Anda suka.
Demikianlah Artikel Travel Indonesia tentang Kain Songket Minangkabau pada kesempatan kali ini. Baca juga Artikel Wisata Indonesia tentang Objek Wisata Situ Gede atau Ageng Favorit Tasikmalaya pada arsip travel sebelumnya. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi wisata bagi Anda dan keluarga!